PIKIRAN RAKYAT –
Ratusan pekerja terjebak dan tidak bisa pulang karena akses mereka terhalang oleh aksi demonstrasi yang terjadi di depan pabrik PT Yamaha Music Manufacturing Asia (YMMA) di Kawasan Industri MM2100, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Kamis (3/7/2025).
Terpantau hingga pukul 21.00 WIB, massa dari Buruh Bekasi Melawan (BBM) masih bertahan di depan gerbang perusahaan. Di sisi lain, para pekerja yang telah selesai bertugas terpaksa tertahan dan tidak bisa pulang. Akses mereka terhalang oleh aksi tersebut.
“Ya kalau mau demo silakan saja, tapi jangan ganggu yang sedang bekerja. Ini mau pulang saja susah. Massa harus menunggu, ya sampai kapan coba. Jadinya kenapa kami yang malah jadi susah,” kata Susi (45), salah satu karyawan.
Hal serupa dikeluhkan Rizky (28), yang mengaku tidak bisa pulang karena demo tersebut. “Saya juga sama, pekerja juga, buruh juga, tapi kan ada batasnya. Capek juga ini pulang kerja tapi tidak pulang. Maksud saya, kan ada waktunya,” ucapnya.
Ini merupakan kelanjutan aksi serupa yang dilakukan beberapa waktu lalu. Unjuk rasa dilakukan oleh buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI).
Tuntutan Massa
Para buruh ini datang memadati bagian depan pabrik. Dengan membawa mobil berpengeras suara, para buruh menyampaikan aspirasi perlawanan terhadap keputusan perusahaan yang memecat dua rekannya.
Massa menuntut pencabutan pemecatan terhadap Slamet Bambang Waluyo dan Wiwin Zaini Miftah—Ketua dan Sekretaris Pimpinan Unit Kerja (PUK) SPEE FSPMI PT YMMA.
Di sisi lain, pihak perusahaan mengklaim bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) telah dilakukan karena kedua karyawan dianggap melakukan pelanggaran dan menghambat proses produksi. Kasus ini telah diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan pihak terkait memilih menunggu putusan hukum.
Sementara itu, perwakilan perusahaan menyatakan menyesalkan aksi unjuk rasa yang berlangsung hingga malam hari. Manajer General Affair YMMA, Kartiyono mengungkapkan sejumlah pekerja lain berharap setelah pulang bekerja bisa kembali ke kediaman masing-masing untuk beristirahat. Namun, mereka terhalang akibat adanya aksi tersebut.
“Ketika situasi kepulangan, kami melihat banyak karyawan yang resah karena depan gerbang penuh dengan massa aksi. Apalagi saya sering bertemu teman-teman yang memiliki anak kecil dan membutuhkan ASI, pasti ingin cepat pulang tetapi ditahan,” ucapnya.
Bukan hanya pekerja, operasional perusahaan pun terganggu, salah satunya mobil katering yang sempat tertahan hingga beberapa jam.
“Katering tidak masuk, tertahan seharusnya jam 10 sudah siap di depan gerbang, tapi karena ada demo masuk baru jam 12. Teman-teman yang istirahat belum ada makanannya, begitu juga yang sore,” ucapnya.
Begitu pun ambulans yang sempat tertahan padahal hendak membawa karyawan yang harus dirujuk maupun dipulangkan. “Kami dari perusahaan tentu menyayangkan dengan apa yang terjadi,” ucap dia.
Sementara itu, Sarino selaku koordinator aksi menyampaikan bahwa unjuk rasa ini merupakan bentuk solidaritas, bukan upaya untuk mengganggu investasi atau ketertiban umum. “Aksi ini bukan untuk mengganggu, tapi menuntut keadilan,” katanya.
Menurut Sarino, kegiatan ini merupakan bentuk demokrasi industri. Aktivitas mereka dilakukan untuk mendukung rekan buruh yang dituduh melakukan penghasutan.
Masalah ini bermula saat proses perundingan upah tahun 2025. Dalam situasi itu, dua pengurus serikat malah dilaporkan ke polisi dengan dijerat Pasal 169 KUHP yang berkaitan dengan perbuatan menghasut orang untuk melakukan tindakan melawan hukum.
“Itu merupakan tuduhan yang tidak berdasar, maka kami melakukan aksi solidaritas,” ucapnya.***