Berita kita.CO.ID – JAKARTA.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menyetujui usulan Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengevaluasi aturan pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi pemegang izin pertambangan mineral dan batubara.
DPR mengusulkan pengembalian masa berlaku RKAB menjadi satu tahun dari sebelumnya tiga tahun melalui sistem digital e-RKAB, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 25 Tahun 2024 yang merevisi PP Nomor 96 Tahun 2021.
Peninjauan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi pasar sehingga menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga. Upaya ini dilakukan untuk mengatasi dampak negatif terhadap harga komoditas dan penerimaan negara.
Bahlil menilai skema tahunan lebih relevan dalam merespons fluktuasi harga dan permintaan pasar global, khususnya untuk komoditas batu bara.
“Jadi terkait RKAB, memang kalau kita membuat setahun sekali, nanti dikhawatirkan kita dianggap bermain-main lagi. Tapi mulai hari ini dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahun ini, kami terima usulan dari Komisi XII untuk kita buat RKAB per tahun,” kata Bahlil dalam Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7).
Menurut Bahlil, tata kelola pertambangan harus diperbaiki, baik untuk komoditas batu bara maupun mineral. Khususnya untuk komoditas batu bara, harganya saat ini sedang anjlok akibat kelebihan pasokan.
Meskipun total konsumsi batu bara dunia mencapai sekitar 8-9 miliar ton, Bahlil merinci volume yang diperdagangkan hanya 1,2-1,3 miliar ton. Ia menambahkan, Indonesia berkontribusi sangat besar dalam perdagangan tersebut, dengan produksi ekspor batu bara berada di kisaran 600-700 juta ton, sehingga hampir 50% pasokan batu bara dunia berasal dari Indonesia.
Kelebihan pasokan ini, sambung Bahlil, terjadi akibat RKAB yang disetujui terlalu longgar dan tidak mempertimbangkan keseimbangan antara permintaan dan produksi.
“Disebabkan persetujuan RKAB yang besar setiap tiga tahun, kita mengalami kesulitan menyesuaikan volume produksi batubara dengan permintaan global, sehingga harga terus tertekan,” ujarnya.
Bahlil menilai anjloknya harga batu bara tidak hanya memberatkan para penambang, tetapi juga menurunkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya meninjau ulang aturan RKAB tiga tahunan.
“Penambang yang punya tambang harganya, mohon maaf sangat susah, PNBP kita pun itu turun akibat kebijakan yang kita buat bersama yakni membuat RKAB 3 tahun,” tutur Bahlil.
Sepertinya halnya komoditas batubara, komoditas mineral juga mengalami hal yang sama, karena itu kesamaan pandangan Komisi XII dengan Kementerian ESDM untuk meninjau kembali RKAB Usaha Pertambangan akan segera ditindaklanjuti.